Gunung Kidul Ladang Potensial Perdagangan Orang

GUNUNG KIDUL, SELASA - Tingginya angka migrasi penduduk serta kemiskinan, menjadikan Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, sebagai ladang potensial perkembangan perdagangan anak dan perempuan. Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul menduga adanya peningkatan kualitas dankuantitas kasus perdagangan anak dan perempuan (trafficking).

Kemunculan kasus perdagangan anak dan perempuan, menurut Wakil Bupati Gunung Kidul, Badingah, Selasa (8/7), merupakan dampak langsung dari tidak sejahteranya masyarakat. Sebanyak 45 persen dari total seluruh masyarakat Gunung Kidul, hidup di bawah garis kemiskinan. Generasi muda juga terdorong berurbanisasi sebagai pembantu rumah tangga maupun menjadi tenaga kerja Indonesia.

“Sebagian masyarakat cenderung mencari jalan pintas untuk bangkit dari kemiskinan. Fenomena ini memunculkan keprihatinan, sehingga perlu adanya langkah proaktif,” ujar Badingah pada workshop penyusunan rencana aksi daerah (RAD) untuk antisipasi praktik perdagangan orang.

Cara pintas yang diambil masyarakat kerap mengorbankan masa depan generasi muda. Pengiriman tenaga kerja ke luar daerah, misalnya, seringkali tanpa mempertimbangkan legalitas dari jalur pengiriman. Satu penelitian di Kalimantan menyebutkan, lebih dari 50 persen PRT (pembantu rumah tangga) di luar negeri pasti terkena penyakit menular seksual.

“Ada kecenderungan jalur perdagangan orang diawali dengan berkedok penyaluran PRT,” tambah Senior Program Manajer Lembaga Swadaya Masyarakat Save The Children, Adi Danarto.

Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Gunung Kidul, Sugeng Pratopo berharap penyusunan RAD bisa mengantisipasi praktik perdagangan orang.KOMPAS

mmm....untuk mengurangi angka kemiskinan..menurut saya...yang harus kita perbaiki dan tingkatkan adalah rasa kepedulian sosial. selama ini kesenjangan sosial semakin lebar...

drpd beli ini itu ga penting mending nengok keadaan tetanga kita..sapa tahu ada yang mbutuhin...

Ini seharusnya pemda TK II, harus tanggap dengan maslah ini.......yah klo di bilang rawan perdagangan ya jelas sih, logikany begini aja?
Menjadi petani, penghasilan sekrang apa yg harus d andalkan! Sedangkan kebutuhan hidup semakin meningkat, apalagi di tambah dengan semakin meningginya haraga2 bahan sembako dan BBM.
Mau mengutang ke tetangga sudah banyak, ke bank! apa yg akan di gadaikan?

Memang di lema masyarakat kita.

Saya cuman mengusulkan klo pemda TK II tanggap akan masalah ini, cobalah membudidayakan dan menghidupkan kembali kerajinan2 yang selama ini di tangani oleh kelompok2 perajin
Tapi mereka tersendat karena kurangnya perhatian dari pemerintah selama ini....klo saya menyalahkan pemerintah ya ............ya benar karena seharusnya pemerintah itu sebagai:
Pengayom,
Pembimbing
Fasilitator
Warganya, untuk keberhasilan daerah dan warga.

Itu saja..Trim's

Wonosingo Ngali Kidul wrote:

Ini seharusnya pemda TK II, harus tanggap dengan maslah ini.......yah klo di bilang rawan perdagangan ya jelas sih, logikany begini aja?
Menjadi petani, penghasilan sekrang apa yg harus d andalkan! Sedangkan kebutuhan hidup semakin meningkat, apalagi di tambah dengan semakin meningginya haraga2 bahan sembako dan BBM.
Mau mengutang ke tetangga sudah banyak, ke bank! apa yg akan di gadaikan?

Memang di lema masyarakat kita.

Saya cuman mengusulkan klo pemda TK II tanggap akan masalah ini, cobalah membudidayakan dan menghidupkan kembali kerajinan2 yang selama ini di tangani oleh kelompok2 perajin
Tapi mereka tersendat karena kurangnya perhatian dari pemerintah selama ini....klo saya menyalahkan pemerintah ya ............ya benar karena seharusnya pemerintah itu sebagai:
Pengayom,
Pembimbing
Fasilitator
Warganya, untuk keberhasilan daerah dan warga.

Itu saja..Trim's

betul sekali itu pak kalau didaerahnya ada pekerjaan pasti
mereka tidak akan meninggalkan daerahnya.
saya lihat prospek investasi di G.kidul masih terbuka lebar
cuma belum ada investor yang mau menggarap karena belum
ada kepastian investasi dari pemerintah daerah

wasalam,