Forum Komunitas Online Gunungkidul |
| | Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul | |
|
+7the purple girl laregunungselatan gimbik Pardjimin iwans japrax Wonosingo Ngali Kidul 11 posters | |
Pengirim | Message |
---|
Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Mon Jun 16, 2008 2:07 pm | |
| First topic message reminder :
Aroma Wangi ”Mpok Oneng” dan ”Bajuri” di Gunungkidul
WONOSARI – Debu kemarau mengepul mengiringi laju sebuah mobil Toyota Kijang membelah pedusunan di Karangmojo, Gunungkidul, DI Yogyakarta, Kamis (11/11) sore. Ketika mobil itu kemudian berhenti, maka debu yang semula mengekor di belakang mobil, lantas menabrak mobil itu kembali. Pintu-pintu mobil pun terbuka. Sekitar tujuh orang turun dari kendaraan itu, di antaranya remaja dan orang tua. Dandanan para remaja itu khas kawula muda Ibu Kota Jakarta Raya, sama dengan mobil yang mereka tumpangi bernomor polisi B. Merekalah wong Gunungkidul yang sukses hidup di Jakarta. Bau parfum mobil segera tercium. Wajah pemudik ini pun tidak terlalu kusut, apalagi berkeringat. Maklum, mobil ber-AC. Lalu, sayup-sayup terdengar alunan lagu-lagu Westlife di antara deruman lembut suara mesin yang belum dimatikan. Kenapa bukan lagu-lagu Campursari? Entahlah. Gunungkidul memang mendadak berubah setiap Lebaran. Kisah mudik dengan berdesakan di atas bus umum, itu kuno. Kini keluarga Widodo itu sudah memiliki mobil pribadi. Pastilah kisah papa-nestapa makan nasi thiwul berlauk daun singkong pada tahun 1970-an tidak pernah dirasakan oleh Widyastuti (15), anak Widodo. Widyastuti sebenarnya bukan lagi wong Gunungkidul, karena ia lahir di kota metropolitan Jakarta. Jika orangtuanya selalu mengajaknya pulang ke Gunungkidul, itulah ritual wajib, sebuah ikatan batin nan dalam yang ingin ditularkan kepada anak-anaknya. Harus ingat leluhur. Harus ingat kakek-nenek maupun mendiang kakek-nenek buyut. ”Saya masih bisa merasakan enaknya makan thiwul berlauk ikan asin, sayur daun singkong dan tentu saja bersambal pedas. Tapi entahlah anak-anak saya. Zaman sudah berubah. Gunungkidul bukan lagi daerah terkenal dengan kemiskinannya, meski masih saja tandus dan kering,” tutur Widodo.
Makanan Kenangan Thiwul pun kini bukan lagi sebagai makanan pokok, namun berubah menjadi makanan kenangan. Setidaknya, masih ada penjual thiwul dengan sayur dan lauknya yang khas. Sekali lagi, hanya untuk mengenang kepahitan masa lalu dalam suasana kemakmuran di masa kini. Mungkin banyak wong Gunungkidul yang sudah tidak lagi ingat masa paceklik parah pada tahun 1960-an. Kemarau panjang, lahan yang tandus, adalah potret kemiskinan. Pada tahun 1964, misalnya, ada 30.000 warga (hampir 10 persen penduduk) terserang penyakit busung lapar (Hongeroedeem) akibat kurang pangan. Sebanyak 106 jiwa tak tertolong lagi, sementara 600 orang terpaksa dirawat di rumah sakit. Kisah kekurangan pangan itu terjadi lagi pada tahun 1970-an sehingga masyarakat di sana terpaksa makan bulgur yang di Amerika Serikat dikenal sebagai pakan kuda. Kini, keluarga Widodo merupakan bagian dari sekitar 70.000 warga Gunungkidul yang pulang kampung setiap Lebaran. Menurut Bupati Gunungkidul, Yoetikno, 10 persen warganya memang perantau. Sebagian besar berada di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.
“Putaran uang bisa mencapai Rp 100 miliar hingga Rp 140 miliar pada masa Lebaran jika diperkirakan satu orang rata-rata membawa Rp 2 juta,” tutur Yoetikno. Lebaran akhirnya menjadi berkah bagi mereka yang masih menetap di tanah-tanah tandus itu. Puluhan mobil bernomor polisi B – kebanyakan Toyota Kijang – tiba-tiba hilir- mudik di Kota Wonosari pada Kamis petang lalu hingga malam hari. Warung-warung bakso dan pertokoan banyak dikunjungi pembeli. Dan percakapan dengan dialek “Mpok Oneng” dan “Bajuri” pun terdengar di sana-sini. Maklum saja, mereka adalah pemudik asal Jakarta. Tiba-tiba saja, di sebuah warung bakso terdengar derai tawa renyah remaja. Saling ledek di antara mereka makin ramai. Tentu saja tetap dalam dialek Jakartanan. Gunungkidul telah menggeliat. Meski debu kemarau makin menebal di trotoar Kota Wonosari, namun ketika berpapasan dengan serombongan keluarga yang akan memasuki sebuah toko pakaian, terciumlah aroma parfum dengan wangi lembut. Khas parfum kelas menengah ke atas. Tiada lagi bau sirih yang dikunyah simbok-simbok tua. Pada Lebaran kali ini, Gunungkidul memang menjadi “gadis” yang begitu rupawan. Cantik, kenes, wangi, dan masih ditambah satu lagi: kaya! Bagi pedagang pakaian seperti Sutarni, kedatangan pemudik benar-benar rezeki yang diharapkan. Keuntungan besar bisa diraih dari para pemudik. “Mereka orang-orang berduit. Mereka tidak begitu mempedulikan harga barang yang akan dibelinya. Asalkan senang dan cocok, mereka pasti membeli kendati harganya lumayan tinggi. Ini mungkin yang namanya berkah Lebaran,” katanya.
Hujan Belum Turun Soal hujan yang belum kunjung turun, menurut Taryono, penduduk Wonosari, pekan-pekan ini memang puncak kemarau. Ada sepuluh kecamatan dari 13 kecamatan yang benar-benar kekurangan air. Daerah kering itu adalah Kecamatan Tepus, Rongkop, Paliyan, Panggang, Semanu, Saptosari, Tanjungsari, Girisubo. Purwosari, dan Semin. “Pada musim begini hanya bisnis air yang mengeruk untung banyak. Tapi bagaimana lagi, itu memang keadaan alam yang memang sulit untuk diubah,” kata Taryono. Ia menambahkan, arus mudik dengan kendaraan umum maupun bus-bus carteran biasanya terjadi satu hingga dua hari menjelang Idul Fitri. “Kemudahan transportasi membuat masa mudik berubah. Lonjakan arus mudik terjadi mepet Idul Fitri. Dalam tiga hari ini yang banyak masuk adalah mobil-mobil pribadi,” tuturnya. Dan bagi pemudik yang sudah lupa, atau bahkan para remaja yang belum pernah mandi air telaga yang sudah menghijau berlumut; maka membeli air bersih untuk mandi tidak masalah. Toh mereka hanya tinggal selama seminggu di Gunungkidul. Mandi di telaga yang airnya keruh, tidak pernah ada di benak remaja metropolis. Tapi membeli air bersih untuk mandi, apa susahnya, selama uang masih ada. Gunungkidul kini memang berbeda, setidaknya selama musim Lebaran… (SH/su herdjoko)
sumber:www.sinarharapan.co.id | |
| | |
Pengirim | Message |
---|
japrax Presidium
Join date : 11.04.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Tue Jun 24, 2008 10:44 am | |
| - Quote :
- Nek njaluk yo rooo mbayar tooo....
sak gelo yo.. :lol: - Quote :
- apike ngeneke opo yo nggo nyambut 17 agustus ki
lomba mangan krupok.. :P | |
| | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Tue Jun 24, 2008 1:33 pm | |
| - iwans wrote:
- :roll: :roll: apike ngeneke opo yo nggo nyambut 17 agustus ki ;) ;)
17 agustus nek sing Online....ngeneke Quis, Berdo'a bersama... Nek sing Offline mending yo ngumpul bareng, bancakan/gendurenan mengeti 17 Agustus....wah jan mantep kuwi....ro wayangan.... G usah neko2 sing penting.... | |
| | | the purple girl Camat
Join date : 18.03.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Tue Jun 24, 2008 1:56 pm | |
| opo sih iki, ra dong akuw... | |
| | | the purple girl Camat
Join date : 18.03.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Tue Jun 24, 2008 1:56 pm | |
| males bacanya panjang bgt... | |
| | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Tue Jun 24, 2008 2:55 pm | |
| Ra dong yo wis...d dong2no.....malah bubrah..... | |
| | | japrax Presidium
Join date : 11.04.08
| | | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Tue Jun 24, 2008 6:47 pm | |
| G usah d guyu..... | |
| | | raxsheeds911 Lurah
Join date : 09.06.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Tue Jun 24, 2008 6:58 pm | |
| ONO SING EUUNAK MANEH LUR...
ULER MBEK ENTHUNG GORENG.... BIASANE ULER WIT JATI KARO ULER WIT JOWAR (DHO WERUH GA YO...) ENAK MANEH YEN DIPEYEK | |
| | | siwid Donatur
Join date : 04.04.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Tue Jun 24, 2008 7:22 pm | |
| sing d omongke kie opo to?! kok malah tekan peyek barang. arep rasulan pow?! ;) | |
| | | iwans Camat
Lokasi : semin Reputation : 96 Join date : 29.02.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Tue Jun 24, 2008 7:33 pm | |
| | |
| | | japrax Presidium
Lokasi : pelukan hangat luna maya Reputation : 29 Join date : 11.04.08
| | | | iwans Camat
Lokasi : semin Reputation : 96 Join date : 29.02.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Wed Jun 25, 2008 6:16 pm | |
| | |
| | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Thu Jun 26, 2008 3:21 pm | |
| | |
| | | SAPTO SARDIYANTO Camat
Lokasi : JAKARTA Reputation : 1 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Fri Jun 27, 2008 3:04 pm | |
| Banyak juga para perantau asal g.kidul yang belum tahu adanya forum ini. ini menjadi tugas kita supaya forum ini terus berkembang dan kedepannya bisa membawa perubahan ke arah yang positif bagi pembangunan G.kidul
wasalam, | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Sun Jul 13, 2008 5:07 pm | |
| apik postingmu mas seneng aku macane nanging nek segala kesuksesan itu selalu diukur dari harta yang dimiliki mesakno aku dan likunganku aku ra gaduk mas | |
| | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| | | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul Fri Feb 20, 2009 12:29 pm | |
| SINTO (35) dan Pesek (30) seharian menyusuri hutan jati di sekitar ruas jalan Wonosari-Pantai Baron, Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Keduanya membawa galah bambu seukuran lima meter dengan oplosan lem tikus dan kapas di bagian ujungnya.
Saat ujung lem menyentuh tubuh mangsanya, Sinto dan Pesek harus menahan napas lebih dalam agar serangga buruannya tidak terbang, atau pekerjaan berburu belalang itu akan sia-sia....
Di beberapa ruas jalan di Gunung Kidul, saat liburan Lebaran, para pedagang belalang (mentah) berderet-deret. Mereka tahu pasti inilah saat menangguk rezeki lebih dari hari-hari biasanya. Harga belalang pun melonjak tajam. Andang (29), yang berjualan belalang di ruas Jalan Wonosari-Ponjong, pada hari biasa hanya menjual lima renteng belalang hidup berisi 50 ekor seharga Rp 10.000-Rp 15.000, tetapi pada saat Lebaran bisa menjualnya seharga Rp 25.000. "Ya sekali setahun rezeki buat orang kecil...," tutur Andang.
Pedagang dan pemburu belalang ini tahu pasti, Lebaran adalah saat mudiknya para perantau asal Gunung Kidul. Menurut catatan yang amat konservatif, dari sekitar 700.000 lebih penduduk kabupaten ini, sekitar 200.000 orang merantau ke berbagai kota, terutama Jakarta, dan bahkan luar negeri. Menjelang Lebaran, kantor pos setempat mencatat kiriman wesel yang masuk bisa mencapai Rp 180 juta dalam sehari.
Kenyataan tersebut tentu kabar baik yang ditunggu-tunggu Sinto, Pesek, Andang, dan Tardjo (55), para pemburu dan penjaja belalang yang seumur-umur tak pernah meninggalkan Gunung Kidul. Setidaknya rezeki dari rantau itu menetes pula ke saku mereka orang-orang kampung.
Belalang memang hanya serangga. Bagi banyak orang, serangga lebih dicap sebagai hama ketimbang bahan makanan, apalagi sumber protein. Bagi warga Waingapu, Sumba, Nusa Tenggara Timur, jelas sekali jutaan belalang yang menyerbu tanaman pertanian mereka saban tahun adalah musuh yang harus dibasmi. Sementara bagi orang asli Gunung Kidul seperti Inah (55), yang sudah tinggal di Jakarta sejak tahun 1972, makna belalang lebih dari sekadar itu. Belalang adalah sejenis "medium" untuk mengembalikannya pada romantisme kampung halaman. "Kalau belum makan belalang goreng, saya merasa belum pulang," tutur Inah saat membeli belalang dari Tardjo.
Biasanya, tambah Inah, pada hari pertama pulang kampung di Wonosari, ia dan suaminya langsung menyantap belalang sampai dua piring sekaligus. Cara memasak belalang amat sederhana. Belalang yang sudah dibersihkan cukup direndam dengan air gula, garam, bawang putih, dan vetsin. "Habis itu bisa disangrai atau digoreng," kata Inah. Kalau mau bumbunya meresap, sebaiknya ketika direndam dalam bumbu belalang direbus terlebih dahulu sebelum digoreng. Dan camilan dari belalang siap dihidangkan!
Ingin pulang
Rasa belalang yang mirip-mirip udang itu pulalah yang membuat Suprapto (39), perantau asal Gunung Kidul yang tinggal di Bekasi, selalu ingin pulang. Selain menjenguk orangtua dan keluarga lain, keluarga ini selalu meluangkan waktu untuk berpesta belalang goreng.
"Enggak tahu ya, bukan soal enaknya. Namun, belalang mengingatkan saya pada masa kecil," tutur Suprapto. Agak berbeda mungkin yang dirasakan Ella (52), pelancong asal Solo yang kebetulan berwisata ke Pantai Baron. Ia menyempatkan diri berhenti di sekitar alas jati untuk membeli seikat belalang. "Dulu pembantu saya yang bawain, kebetulan dia dari Gunung Kidul, eh ternyata enak," tutur Ella.
Asal-usul orang makan belalang di Gunung Kidul mungkin sulit dilacak. Setidaknya menurut pengakuan Giyadi (60), warga Playen, Gunung Kidul, sejak ia kecil belalang sudah dimakan warga setempat. Karni (55), istri Giyadi yang sedang menggoreng belalang di dapur untuk menu hari itu, juga mengaku sudah makan belalang sejak kecil. "Ya tahunya sudah makan," tutur dia.
Barangkali wilayah Gunung Kidul yang sebagian besar terdiri atas perbukitan karst yang gersang telah membuat mereka menjajal segala kemungkinan sumber pangan dan protein untuk bertahan hidup. Bahkan, daerah ini distigma sebagai kantong kemiskinan karena pada musim kemarau seperti sekarang rakyatnya hanya mampu makan tiwul.
Kekerasan alam dan sulitnya mendapatkan sumber ekonomi berkelanjutan, menurut Darmaningtyas, seorang peneliti, membuat angka bunuh diri, terutama dengan jalan menggantung diri, begitu tinggi. Tahun 1999-2000, ia mencatat tak kurang dari 64 kasus bunuh diri bermotif tekanan ekonomi.
Secara kebetulan di daerah itu pohon jati dan akasia ditanam warga sebagai pohon peneduh sebelum menggarap lahan pertanian di bawahnya. Pada pucuk-pucuk pohon itulah belalang kayu hinggap dan mencari makan. Para pemburu belalang yang tadinya hanya menangkap belalang padi, kini harus menggunakan galah dan lem tikus.
Jikalau dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB Sutrisno Koswara berpendapat bahwa pada serangga, termasuk belalang, ditemukan kandungan protein antara 40-60 persen, pasti bukan lantaran itulah orang Gunung Kidul menyantap belalang. Juga bukan lantaran meniru rakyat Zimbabwe dan Etiopia yang, antara lain, menjadikan belalang sebagai tepung bahan kue. Di banyak negara Afrika, belalang termasuk serangga yang penting sebagai sumber protein.
Warga perantauan Gunung Kidul, seperti Inah dan Suprapto serta Agus (44) yang tinggal di Bandung, menikmati belalang sebagai camilan seolah mengesahkan keberadaan mereka sebagai pemudik. Belalang tidak hanya mengandung nuansa nostalgia, tetapi serangga inilah (mungkin) yang mendorong mereka pergi dan berhasil di tanah rantau. Belalang yang tadinya dicap sebagai penganan kemiskinan, saking tidak adanya sumber lain yang bisa dimakan, kini berbalik menjadi pelepas rindu kampung halaman, yang meski tetap miskin, tetapi menggelora dalam hati setiap warga Gunung Kidul....
sumber: Klik Di Sini | |
| | | Sponsored content
| Subyek: Re: Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul | |
| |
| | | | Pernak - Pernik Perantau Gunung Kidul | |
|
Similar topics | |
|
| Permissions in this forum: | Anda tidak dapat menjawab topik
| |
| |
| |
|