FKOGK
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


Forum Komunitas Online Gunungkidul
 
IndeksJual BeliPortal FKOGKLatest imagesPencarianPendaftaranLogin

 

 Idiologi ??? siapa takut ! 4/6

Go down 
2 posters
PengirimMessage
Mayansah wiyono
KorLap
Mayansah wiyono


Lokasi : Tepus
Reputation : 6
Join date : 26.08.13

Idiologi ??? siapa takut ! 4/6 Empty
PostSubyek: Idiologi ??? siapa takut ! 4/6   Idiologi ??? siapa takut ! 4/6 Icon_minitimeTue Feb 04, 2014 4:12 pm

diskusi 4
pancasila 1 juni 1945


Pertemuan kali ini dilaksanakan di rumah bung Ignatius jam 19.15–21.00 pada hari Kamis. Para peserta menunjuk bung Slamet sebagai moderator sedangkan notulissi diserahkan kepada saudari Silvi.

Slamet : Seperti telah kita ketahui bersama, dengan menyebut Pancasila 1 Juni 1945, kita segera teringat pada pidato Bung Karno di depan sidang BPUPKI. Sebagai awal diskusi, saya kira penting untuk disinggung situasi sejarah saat itu, sebagai bagian tak terpisahkan dari lahirnya Pancasila. Nah, siapa mau memulai pembicaraan?
Silvi : Yang jelas saya pahami, pidato Bung Karno itu berlangsung disaat bangsa Indonesia masih dalam posisi dijajah Jepang.
Solossa : Benar sekali mbak Silvi. Tetapi masih ada yang perlu ditambahkan, pada saat itu, di tahun 1945, tentara Jepang dalam keadaan terdesak karena gempuran tentara Amerika Serikat. Karena kalah bertempur di berbagai medan perang, sebagian besar tentara Jepang berada dalam kepanikan. Di tengah rasa bingung dan putus asa mereka berubah menjadi tentara yang kejam bukan main. Tentara semacam inilah yang menjaga sidang BPUPKI dimana Bung Karno menyampaikan pidatonya tentang Pancasila. Karena suasana perang, bala tentara Jepang menjaga sidang dengan bayonet terhunus.
Asep : Wah! Kalau begitu suasana saat itu sangat mencekam atuh!
Umar : Wah! mengerikan! (tidak mau kalah dari Asep)
Ignatius : Benar! Situasi yang sungguh gawat. Saat itu, Bung Karno dan kawan-kawan sudah tahu, Jepang segera akan dikalahkan Sekutu. Tapi yang tidak jelas adalah posisi Indonesia. Bagaimana dalam posisi genting seperti itu? Pemerintah penjajah Jepang seperti mengulur-ulur waktu agar Indonesia tetap bisa dikuasai.
Jalal : Justru dalam situasi seperti itu, Bung Karno menegaskan sikapnya. Di saat beberapa pemimpin mengatakan Indonesia belum siap merdeka, Bung Karno menyatakan: Merdeka Sekarang Juga! Bagi Bung Karno, kemerdekaan bukan soal siap atau belum, tapi berani atau tidak!
Liem : Ya itulah salah satu jasa terbesar Bung Karno, sebagai satu-satunya orang yang pada saat itu berani mengajak kita untuk merdeka!
Komang : Arti merdeka bagi Bung Karno adalah tidak lagi tergantung pada penjajah, atau bebas merdeka dahulu secara politik. Merdeka menurut Bung Karno adalah suatu jembatan yaitu jembatan emas untuk menghantar rakyat Indonesia menjadi bermartabat, sejahtera dan bahagia lahir batin.
Daeng : (dengan bersemangat) karena itulah Bung Karno mengajak semua anggota BPUPKI untuk berani merdeka, dan mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mempertahankan dan mengisi kemerdeka-an!
Karena disampaikan dengan penuh semangat, seluruh peserta bertepuk tangan dan berseru Merdeka! Merdeka!
Slamet : Mari kita lanjutkan. Di dalam pidato Lahirnya Pancasila, Bung Karno juga mengingatkan bahwa tugas pokok sidang BPUPKI adalah merumuskan Dasar Negara Indonesia Merdeka.
Kaimana : Dan yang tidak kalah penting, mengajak anggota BPUPKI untuk berani merdeka secepatnya. Buat apa merumuskan dasar bagi negara Indonesia, jika BPUPKI tidak berani merdeka?
Asep : Hmm..., benar juga sikap Bung Karno, ya.
Sugeng : Katanya sebelum Bung Karno berpidato sudah ada beberapa pemimpin bangsa yang pidato lebih dulu? Apa benar?
Komang : Benar Mas Sugeng. Tapi Bung Karno mengkritik, apa yang dipidatokan para pemimpin bangsa yang lain itu belum bersangkut paut dengan dasar negara Indonesia merdeka. Ini, sekali lagi menun-jukkan kemampuan Bung Karno sebagai pemimpin bangsa. Disaat genting seperti itu, Bung Karno telah siap dengan pemikiran mengenai dasar negara.
Slamet : Nah, baiklah. Saya kira kita bisa memasuki tahap pembicaraan selanjutnya, yakni mengenai kan-dungan Pancasila 1 Juni 1945. Dalam pidatonya, Bung Karno mengatakan, dasar yang pertama untuk Indonesia merdeka adalah dasar, atau sila kebangsaan.
Umar : Lho, apa saya tidak salah dengar? Sila pertama dari Pancasila, kan Ketuhanan Yang Maha Esa? Gimana sih Bung Slamet ini!
Ignatius : Ha.. ha.. ha.. ha.. benar Bung Umar, sila Pertama yang kita ketahui, yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun dalam pidato Lahirnya Pancasila, sila yang diucapkan pertama kali oleh Bung Karno adalah sila Kebangsaan Indonesia.
Umar : Lho, kenapa bisa beda begitu ?
Kaimana : Menurut yang saya tahu, banyak alasan penting yang bisa dikemukakan. Pertama, sebagai bangsa, Indonesia adalah bangsa yang unik. Di samping terdiri dari ribuan pulau, bangsa Indonesia juga terdiri dari bermacam-macam agama, suku, bahasa, adat istidat atau budaya. Kondisi dasar sebagai negara kepulauan disertai keberagaman budaya ini memerlukan satu ikatan, yakni perasaan dan semangat sebagai satu bangsa.
Liem : Saya bisa menambahkan alasan yang kedua. Dalam kondisi masyarakat yang beraneka ragam secara budaya ini, terdapat kesamaan nasib sebagai bangsa yang terjajah. Akibat penjajahan berabad-abad, masalah kemiskinan, kebodohan, dan ke-terbelakangan ini dialami oleh semua masyarakat Indonesia. Dan kita tidak akan mampu mengatasi semua masalah itu tanpa ada persatuan sebagai satu bangsa.
Komang : Benar sekali. Kemiskinan di Indonesia tidak bisa diatasi oleh satu golongan, dan hanya diperuntuk-kan golongannya sendiri. Semua itu memerlukan penyatuan kekuatan sebagai suatu bangsa.
Asep : Ooo, jadi disitulah pentingnya azas kebangsaan Indonesia.
Umar : Iya begitu! Itulah kenapa Bung Karno menempat-kan sila Kebangsaan di urutan pertama!
(bersikap sok mengajari).
Serentak seluruh peserta berteriak “huuuuuuu!!!” mendengar celetukan bung Umar. Sementara bung Umar hanya cengar cengir merangkul-rangkul bung Asep..
Ucok : Nah, sekarang giliran saya menambahkan alasan yang ketiga. Sejarah kita membuktikan bahwa perjuangan mengusir penjajah yang dilakukan sendiri-sendiri, daerah per daerah, telah meng-alami kegagalan. Karena itu, maka seluruh daerah, seluruh suku, seluruh kekuatan bangsa musti bersatu dulu untuk melawan penjajah, untuk membangun Indonesia Raya.
Ignatius : Masih ada alasan keempat. Kepulauan Indonesia sebagai satu rangkaian, yang terletak di antara dua samudra dan dua benua, Pasifik dan Samodera Indonesia, serta Asia dan Australia, juga sangat mendukung. Dalam sejarah, para penduduk antar pulau ini telah lama disatukan oleh bahasa yang sama.
Daeng : Saya kira memang demikian banyak alasan bagi kita untuk menjadi satu bangsa. Ini belum lagi dilihat dari sisi sejarah, bahwa kesatuan Nusantara telah menjadi daya pandang masyarakat di jaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Ucok : Kebangsaan atau nasionalisme menghendaki adanya perasaan bangga kita sebagai suatu bangsa. Tapi belajar dari sejarah, Bung Karno tidak menghendaki adanya Chauvinisme, yakni rasa kebangsaan yang sempit.
Umar : Apa maksudnya rasa kebangsaan yang sempit?
Ucok : Rasa kebangsaan yang membuat kita merasa sebagai bangsa ”super”, bangsa paling hebat dibandingkan bangsa lain, lalu kita merendahkan, bahkan menjajah bangsa lain.
Silvi : Tetapi maaf, apakah di era globalisasi seperti sekarang ini asas kebangsaan masih diperlukan? Sebab ada yang mengatakan bahwa kebangsaan kita ini kolot dan anti globalisasi! Mohon diberikan penjelasan karena ini sangat mengganjal hati saya.
Slamet   : Wah bagus sekali saudari Silvi. Bagaimana teman-teman? Apa ada yang bersedia menjelaskannya?
Jalal : Mungkin saya bisa menjelaskannya. Globalisasi sebenarnya bukan barang baru bagi kita. Globali-sasi itu ’kan menyangkut hubungan internasional, hubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kita telah mengenalnya sejak berabad-abad lalu. Hanya perbedaannya, proses globalisasi saat ini dipercepat dengan adanya revolusi dibidang teknologi, informasi dan transportasi.
Liem : Dan perlu diingat, Bung Karno sendiri tidak pernah menolak proses globalisasi. Istilah yang digunakan oleh Bung Karno adalah Internasional-isme. Yang penting dipersoalkan oleh Bung Karno adalah, tatanan global atau tatanan dunia macam apa yang kita kehendaki?
Slamet : Sebentar, tanpa sengaja saudari Liem telah membawa kita pada dasar atau sila yang kedua dari pidato Bung Karno, yakni Internasionalisme.
Liem : Saya lanjutkan. Bung Karno sudah barang tentu sangat menginginkan tatanan dunia yang damai dan adil, anti penjajahan dan penghisapan.
Silvi : Bukankah bangsa Indonesia sendiri pernah menjadi korban dari ketimpangan tatanan dunia itu? Negara-negara yang merasa maju berdatang-an dan menjajah berbagai negeri di dunia, termasuk Indonesia.
Komang : Tepat sekali. Karena itulah Bung Karno meng-ingatkan kita, bahwa nasionalisme atau kebang-saan kita tak dapat dilepaskan dari tatanan dunia secara keseluruhan. Sebaliknya, tatanan dunia tak dapat terbangun dengan baik tanpa berpijak dari adanya bangsa-bangsa. Keduanya berjalin erat.
Solossa : Ooo... benar. Saya baru paham ucapan Bung Karno ”Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme”.
Sugeng : Jadi, sila pertama yakni kebangsaan, tak dapat dilepaskan dari sila kedua, yakni internasional-isme?
Slamet : Benar. Keduanya saling berkaitan.
Upik : Nah, kalau begini saya jadi tahu pikiran Bung Karno tentang Internasionalisme. Apakah sila ini yang kemudian menjadi sila ”kemanusiaan yang adil dan beradab”?
Kaimana : Tepat sekali. Jadi tatanan dunia yang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, juga menjadi cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai warga dunia, kita tidak hanya berpikir mengenai nasib bangsa Indonesia, tapi juga peduli pada nasib bangsa-bangsa lain. Terutama bangsa-bangsa yang masih menjadi korban penghisapan dan penindasan bangsa lain.
Sugeng : Lalu apa hubungannya dengan globalisasi yang sekarang banyak diomongkan orang?
Ucok : Globalisasi sebagai taraf kemajuan teknologi, dan percepatan informasi adalah sesuatu yang wajar sebagai gerak perkembangan sejarah. Yang salah adalah kekuatan-kekuatan yang memanfaatkan proses globalisasi ini untuk menghisap dan mengeruk kekayaan negara lain. Kekuatan-kekuatan penghisap dengan memanfaatkan globalisasi itulah yang kita sebut dengan ”globalisme”. Nah.... globalisme, itulah yang kita tolak. Bukan globalisasinya yang kita tolak!
Umar : Tapi yang dimaksud kekuatan penghisap, atau penindas itu apa? Atau siapa? Bukannya sekarang ini sudah jamannya negara-negara merdeka?
Liem : Mereka itu masih kekuatan lama, yaitu kaum kapital (penumpuk modal). Mereka hanya mementingkan penumpukan modal tanpa peduli nasib orang-orang yang tertindas oleh praktik ekonomi mereka, maka paham ini disebut kapitalisme. Kapitalis-kapitalis besar dunia, tidak hanya beroperasi di satu negara, tapi meluaskan perusahaannya ke berbagai negara di dunia. Mereka mencari agen-agen di berbagai negara yang dapat membantu mereka untuk meraih keuntungan ekonomi sebesar-besarnya.
Daeng : Walaupun dengan cara menindas atau menghisap rakyat di negeri-negeri lain?
Komang : Benar. Dari segi jumlah orang, mereka kecil atau minoritas. Tapi mereka memiliki dana tak ter-hingga dan dapat mempengaruhi pemerintahan, bahkan dapat menggerakkan angkatan bersenjata untuk kepentingan mereka. Nasionalisme kita menolak tindakan-tindakan mereka yang mem-buat banyak negara kembali terhisap dan tergantung seperti yang menimpa negara kita saat ini!
Asep : Wah, jadi tindakan itu tak ubahnya dengan penjajahan, ya?
Ucok : Benar Bung Asep. Jadi harus diingat bahwa penjajahan model baru saat ini tidak harus menduduki secara fisik. Kaum kapitalis inter-nasional itu cukup menanamkan modal secara besar-besaran untuk mengeruk kekayaan alam kita. Dengan tawaran-tawaran hutang luar negeri, mereka bisa mendikte setiap kebijakan pemerintah kita semau mereka.
Jalal     : Coba saja teman-teman lihat kebijakan pemerintah kita saat ini. Semua peraturan-peraturan yang menyangkut kepentingan ekonomi rakyat di-rombak agar pro kepada pemilik modal. Perusahaan-perusahaan negara dijual ke pihak swasta.
Solossa : Sumber daya alam diserahkan pengelolaannya kepada asing, semua serba impor, beras import, buah import, garam pun impor. Akibatnya pengusaha dalam negeri mati. Subsidi BBM dicabut, tarif listrik terus naik, pendidikan yang seharusnya gratis malah dikomersilkan. Biaya kesehatan juga semakin mahal.
Umar : Iya benar, karena biaya kesehatan mahal, orang miskin seperti kita ini sampai-sampai dilarang sakit ya! Tega bener!
Asep : Setuju! ”Dosa” hukumnya bagi orang miskin yang jatuh sakit di negeri ini!
Semua peserta tertawa mendengar celetukan bung Umar dan bung Asep..
Ucok : Itu semua bukti bahwa pemerintah kita saat ini telah didikte oleh kaum kapitalis internasional untuk kepentingan mereka!
Silvi : Apakah kita akan membiarkan keadaan seperti ini?
Peserta : Tidaaak !
Kaimana : Nah, penjajahan yang melahirkan ketergantungan itu tidak lagi harus dengan cara pendudukan, tapi cukup dengan modal dan jebakan hutang. Itu semua membuat kita menjadi tidak merdeka lagi!
Slamet : Itulah sebabnya teman-teman, kita sangat memerlukan asas kebangsaan, asas nasionalisme untuk mempertajam kewaspadaan kita terhadap segala bentuk penjajahan dan penindasan,  terutama di era globalisasi saat ini!
Peserta : Sepakat! setuju!
Ucok : Saya pikir tidak hanya berhenti disitu Bung Slamet. Asas kebangsaan atau nasionalisme saat ini juga sangat diperlukan untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa kita, agar terhindar dari perpecahan dan permusuhan sesama kita.
Liem : Tepat sekali. Untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka membangun negara bangsa “semua buat semua”, untuk meningkatkan harkat, martabat dan kepribadian bangsa kita, bagi saya mutlak memerlukan semangat dan asas kebangsaan atau nasionalisme. Bagaimana menurut teman-teman?
Peserta : Ya, kami setuju!
Slamet   : Baik saudara-saudara, saya kira kita bisa melanjut-kan pada sila berikutnya sesuai dengan pidato Bung karno.
Kaimana : Nah, berikutnya sila ketiga adalah asas mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan atau asas demokrasi. Menurut Bung Karno, negara yang hendak didirikan bukan Negara untuk seseorang atau untuk suatu golongan, tetapi negara ”semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu”. Oleh sebab itu asas permusya-waratan, perwakilan mutlak diperlukan!
Umar : Sebentar, saya kok masih bingung ya? ”semua buat semua” itu bagaimana sih artinya?
Liem : Sederhananya begini Bung Umar. Bung Karno tidak menginginkan jika Negara yang hendak didirikan itu hanya untuk kelompok tertentu saja. Tidak untuk orang Jawa saja, tidak untuk orang Islam saja, tidak untuk orang kaya saja. Melainkan untuk semua rakyat tanpa lagi membeda-bedakan suku, agama, budaya, ras, kelas sosial, jenis kelamin dan lain-lain. Nah, Bung Karno kemudian menyederhanakannya ke dalam slogan “semua buat semua”.
Umar : Ooooh, kalau begitu saya mengerti.
Ignatius : Saya boleh melanjutkan? Lalu berikutnya sila keempat, adalah prinsip kesejahteraan. Prinsip kesejahteraan ini menegaskan bahwa tidak boleh ada lagi kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Bung Karno menegaskan bahwa perlu adanya demokrasi ekonomi disamping adanya demokrasi politik. Sebab hanya dengan demokrasi ekonomi dan demokrasi politik lah kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat dapat ter-wujud.
Sugeng : Lho, kok bisa bung Ignatius?
Ignatius : Sebab jika demokrasi politik saja, tanpa ada demokrasi ekonomi, tidak mungkin kesejahteraan bisa terwujud. Contoh sederhananya begini, sebagai buruh pabrik mungkin saja bung Asep berani berbicara lantang menyuarakan hak-haknya di depan DPR, menghujat-hujat majikannya yang berlaku tidak adil.
Lena : Nah, itu maksudnya demokrasi politik, benar kan?
Ignatius : Benar. Tetapi jika tidak disertai demokrasi ekonomi, ketika bung Asep kembali ke perusahan-nya, tetap saja dia hidup dalam ketakutan di bawah ancaman PHK karena tidak ada demokrasi ekonomi. Itulah, menurut Bung Karno demokrasi ekonomi juga harus menjadi syarat utama selain demokrasi politik dalam mewujudkan kesejah-teraan rakyat.
Sugeng : Ooooh benar juga ya.
Slamet : Saya kira, sekarang tiba waktunya kita membahas sila terakhir dari Pancasila 1 Juni 1945.
Komang : Oke, sila yang terakhir (yang kelima) adalah Ketuhanan. Dalam menjelaskan prinsip ini Bung Karno menyampaikan bahwa di dalam Indonesia Merdeka, bangsa Indonesia dan masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan, Tuhan-nya sendiri. Artinya masing-masing orang menyem-bah Tuhan sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.
Ucok : Lalu Bung Karno juga menjelaskan bahwa cara beragama yang dimaksud adalah berkeadaban, berkebudayaan. Artinya harus ada saling hormat-menghomati di antara sesama umat beragama.
Liem : Mungkin kalau boleh saya tambahkan, dari tulisan Bung Karno yang berjudul ”Sarinah”, alasan-alasan kenapa bangsa dan rakyat Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Ini karena memang sejak awal sejarah bangsa ini ada, memang sudah ber-Tuhan. Dari awalnya menyembah batu, guntur, kemudian menyembah hewan (sapi), menyembah padi (Dewi Sri).
Silvi : Benar. sampai kemudian datang agama-agama baru dari Hindustan, orang-orang Gujarat yang membawa Islam, pedagang-pedagang Tiongkok yang membawa Konghucu sampai dengan orang-orang Eropa yang membawa Kristen dan Katolik, bangsa kita tetap bertuhan.
Jalal : Saya tambahkan. Karena perkembangan Ketuhanan yang begitu dinamis itulah maka sudah sewajarnya jika setiap agama tidak boleh merasa paling benar dan tidak boleh merasa paling berhak hidup di bumi nusantara ini. Setiap agama kedudukannya sama di Republik ini sehingga harus saling menghargai dan meng-hormati, dan biarkan setiap agama berkembang dengan sendirinya secara alami tanpa perlu diganggu apalagi diberangus !
Sebagian peserta : Benar! Tidak boleh ada lagi kekerasan atas nama agama!
Slamet : Nah teman-teman, lengkap sudah pembahasan sila-sila dalam Pancasila sebagaimana disampai-kan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, mulai dari:
1. Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan;
3. Mufakat atau Demokrasi;
4. Kesejahteraan atau Keadilan sosial;
sampai  dengan yang terakhir yakni:
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Terima kasih atas pembahasan hari ini. Sungguh menambah pemahaman dan semangat untuk mempertahankan dan merealisasikan cita-cita yang terkandung dalam Ideologi Pancasila 1 Juni 1945.
Liem : Karena pembahasan ini sudah panjang, saya usulkan untuk kita akhiri pertemuan ini dan kita lanjutkan dengan membahas pertanyaan Pak Umar yang sempat saya catat yaitu apa hubung-annya antara Pancasila 1 Juni 1945 dengan Pancasila yang ada dalam Pembukaan UUD 1945.
Semua Peserta : Setuju! Setuju!

Sumber : http://thesoekarnofoundation.blogspot.com/


Terakhir diubah oleh Mayansah wiyono tanggal Fri Mar 20, 2015 9:03 am, total 1 kali diubah
Kembali Ke Atas Go down
http://wonosari.com
bahqri.dixie
Koordinator
bahqri.dixie


Lokasi : Gunungkidul
Reputation : 8
Join date : 10.07.12

Idiologi ??? siapa takut ! 4/6 Empty
PostSubyek: Re: Idiologi ??? siapa takut ! 4/6   Idiologi ??? siapa takut ! 4/6 Icon_minitimeThu Feb 06, 2014 10:57 pm

sundul gan
 tiwul 
Kembali Ke Atas Go down
http://bahqriimages.blogspot.com
 
Idiologi ??? siapa takut ! 4/6
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Idiologi??? siapa takut ! 1/6
» Idiologi ??? siapa takut..2/6
» Idiologi ??? siapa takut ! 3/6
» Idiologi ??? siapa takut ! 5/6
» Idiologi ??? siapa takut ! 6/6

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
FKOGK :: LOUNGE 'N CHIT-CHAT :: Teras Nongkrong-
Navigasi: